Definisi
Psikologi
perkembangan menurut Islam memiliki kesamaan objek studi dengan psikologi
perkembangan pada umumnya, yaitu proses pertumbuhan dan perubahan manusia. jika
psikologi perkembangan membatasi penelitiannya dari konsepsi sampai kematian,
maka melalui studi literatur keagamaan, dapat memperluas ruang lingkup
penelitiannya pada kehidupan yang bersifat transedental, termasuk kehidupan
setelah mati. Juga secara fundamental memandang manusia sesuai dengan citranya
sebagai khalifah Allah di muka bumi, seperti yang diterangkan dalam Alquran dan
hadist. Jadi psikologi perkembangan menurut Islam merupakan kajian atas proses
pertumbuhan dan perubahan manusia yang menjadikan Alquran dan Hadist sebagai
landasan berpikirnya.
Prinsip
Dasar Psikologi Perkembangan Dari Perpektif Islam Terdiri Dari
1.
Kehidupan
Manusia (Pertumbuhan & Perkembangan) Merupakan Proses Yang Bertahap Dan
Berangsur-Angsur
Ketika
menyatakan bahwa Allah adalah Maha Pencipta, Maha Penjaga dan Maha Pemelihara
segala sesuatu, Alquran juga mengatakan bahwa Allah menciptakan manusia dari
berbagai tahap progresif pertumbuhan dan perkembangan. Dengan kata lain,
kehidupan manusia memiliki pola dalam tahapan-tahapan tertentu yang termasuk
tahapan dari pembuahan sampai kematian. Tahapan yang tertjadi dalam pertumbuan
dan perkembangannya bukan karena suatu kebetulan namun merupakan sesuatu yang
telah dirancang, ditentukan dan ditetapkan langsung oleh Allah. Banyak ayat
Alquran yanmg menyatakan hal ini. Salah satunya sebagai berikut:
... dan Dia telah menciptakan
segala sesuatu, dan Dia menetapkan segalanya dengan ukuran-ukuran dengan
serapi-rapinya. (QS.
Al-Furqaan 25:2)
pertumbuhan
& perkembangan manusia tidak terjadi serta merta dalam satu waktu, namun
melalui tahapan yang telah ditentukan ukurannya yang membuatnya berjalan
dalam proses yang berangsur-angsur atau
gradual. Ayat berikut ini dengan jelas menyatakan bahwa manusia diciptakan dan
ditentukan untuk berkembang dalam tahapan.
Mengapa kamu tidak percaya
kepada kebesaran Allah? Padahal Dia sesungguhnya telah menciptakan kamu dalam
beberapa tingkatan kejadian.
(QS. Nuh 71:13-14)
Ibn Kastir melaporkan bahwa Abdullah Ibn
Abbass dan lain-lain menrjemahkan ayat ini dalam pengertian bahwa manusia
tumbuh dari satu keadaan ke keadaan lain sedemikian rupa, menjadi kana-kanak
setelah bayi, menjadi tua setelah muda dan kuat.
Ayat-ayat
diatas menunjukan bahwa manusia tumbuh dan berkembang mengikuti tahapan
tertentu. Tahapan ini secara khusus dinyatakan dalam berbagai ayat Alquran yang
lain dengan cara yang lebih rinci. Selain itu Nabi Muhammad saw. Juga
menyatakan tahapan ini lebih lanjut dalam beberapa hadist. Jika dianalisis,
Alquran dan Hadist secara umum membagi kehidupan manusia (pertumbuhan dan
perkembanagan) di dunia menjadi kategori besar, prakelahiran dan
pascakelahiran. Masing-masing tahapan ini juga dap;at dibagi atas berbagai
bagian lagi dengan istilah dan periode yang berbeda-beda. Banyak ayat Alquran
yang secara substansi cukup rinci membahas tentang tahapan kehidupan manusia di
dunia. Meski dalam beberapa ayat yang lain hanya menggambarkan tahap pertama
kehidupan manusia, yaitu tahapan prakelahiran. Salah satu contohnya adalah ayat
Alquran berikut ini:
...Dia menjadikanmu dalam
perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan. Yang demikian itu
adalah Allah, Tuhan kamu, Tuhan yang mempuanyai kerajaan. Tidak ada Tuhan
selain Dia, maka bagaimana kaamu dapat dipalingkan?
(QS Al-Zumar 39:6)
Selain
itu, berbagai ayat Alquran juga menggambarkan kedua tahap (prakelahiran dan
pascakelahiran) dengan cara yang sangat jelas:
Dialah yang menciptakanmu dari
tanah kemudian dari tetesan (nutfah), sesudah itu dari segumpal darah (alaqah);
kemudian dilahirkan-Nya kamu tumbuh kepada masa (dewasa yang penuh kekuatan);
kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua, diantara kamu ada yang
diwafatkan sebelum itu, Kami perbuat demikian supaya kamu sampai kepada ajal
yang ditentukan dan supaya kamu memahaminya. (QS Al-Mu’min 40:67)
Alquran
juga menyatakan bahwa tahap pertama memiliki aturan dan waktu yang ditentukan
untuk mencapai tugas perkembangannya. Setelah itu tahap pertama ini terputus
dengan adanya kelahiran (melalui persalinan). Hal ini terlihat dalam petikan ayat
berikut:
... dan Kami tetapkan dalam
rahim siapa yang kami kehendaki sampai waktu yang ditentukan... (QS Al-Hajj 22:5)
Ayat
tersebut dalam kutipan yang lebih lengkap terlihat membagi dua tahapan besar
perkembangan manusia, ayat tersebut berbunyi:
Hai manusia, jika kamu dalam
keraguan tentang kebangkitan, maka ketahuilah sesungguhnya Kami menciptakan
kamu dari tanah (turab), kemudian dari tetesan (nutfah), kemudian segumpal
darah (alaqah), kemudian dari struktur daging (mudgah) yang sempurna kejadiannya
dan yang tidak sempurna agar kami jelaskan padamu, dan Kami tetapkan dalam
rahim siapa yang Kami kehendaki sampai waktu yang ditentukan, kemudian kami
keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian berangsur-angsur kamu menjadi dewasa, dan
diantara kamu yang diwafatkan dan adapula yang diperpanjang umurnya sampai
pikun, supaya tidak diketahui lagi sesuatu yang dulu diketahuinya... (QS Al-Hajj 22:5)
Selain
itu Nabi Muhammad Saw. Juga memberi hadist yang secara akurat menggambarkan
tahap pertama dengan menyebutkan waktu perkembangannya, sebagaimana berikut
ini:
“dari Abi Abd Rahman Abdillah
Ibn Masud r.a berkata: Rasullah mengatakan kepada kami, kejadiannya
sesungguhnya seorang dari kalian dikumpulkan pada perut ibumu selama 40 hari
berupa tetesan (nutfah), kemudian menjadi segumpal darah (alaqah) dalam waktu
yang sama, kemudian menjadi segumpal daging (mudhgah) juga dalam waktu yang
sama. Sesudah itu malaikat diutus untuk meniupkan ruh kepadanya dan diutus
untuk melakukan pencatatan empat kalimat, yaitu mencatat rizkinya, usia, amal
perbuatan, dan celaka atau bahagianya.” (HR Muslim)
Gejala,
bentuik, ukuran, dan waktu dimana individu diciptakan dan dibentuk dalam rahim
dapat berbeda-beda sesuai keinginan dan perintah Allah. Segalanya sesuai takdir
Allah.
Dialah yang membentuk kami
dalam rahim sebagaimana yang dikehendaki-Nya. Tak ada Tuhan selain Dia, Yang
Maha Perkasa Lagi Maha Bijaksana. (QS Al-Imran 3:6)
Alquran
menyatakan, sebagaimana petikan QS Al-Hajj 22:5 diatas, bahwa periode
prakelahiran telah ditentukan (biasanya 9 bulan dalam keadaan normal seperti
dinyatakan di hadist lainnya). Namun Alquran juga menyebutkan bahwa ada
kasus-kasus pengecualian dimana periode pra kelahiran dihentikan, sebelum atau
setelah waktu yang normal. Dalam Alquran menyatakan:
Allah mengetahui apa yang
dikandung setiap perempuan, dan kandungan reahim yang kurang sempurna dan yang
bertambah. Dan segala sesuatu padaa sisi-Nya ada ukurannya. Yang mengetahui
segala yang ghaib dan yang tampak; Yang Maha Besar Lagi Maha Tinggi. (QS Al-Ra’d 13:8-9)
Dengan
demikian Allah menyatakan bahwa beberapa persalinan kehamilan dapat terjadi
sebelum atau setelah waktu persalinan yang normal, namun keputusan penambahan
atau pengurangan waktu merupakan kewenangan Allah.
Untuk
pertumbuhan dan perkembangan setelah kelahiran, Alquran tidak menyatakan dengan
pasti rentang kehidupan yang dapat diterapkan pada semua individu, karena hal
tersebut berbeda antar individu. Sehubungan hal ini Alquran menyatakan:
... kemudian (dengan
berangsur-angsur) kami sampailah kepada kedewasaan, dan diantara kamu ada yang
diwafatkan dan adapula diantara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun... (QS Al-Hajj 22:5)
Namun,
jika periode pasca kelahiran diamati secara umum, ulama Islam membaginya atas
empat tahapan besar, yang masing-masing dibagi-bagi lagi dalam tahapan yang
lebih kecil.
Allah, Dialah yang menciptakan
kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia
menjadikanmu seseudah lemah itu menjadi kuat, kemudian menjadi lemah kembali
dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha
Mengetahui Lagi Maha Kuasa.
(QS Al-Ruum 30:54).
2.
Pertumbuhan
& Perkembangan Manusia Memiliki Pola Tertentu
Menurut
Alquran pertumbuhan dab perkembangan manusia memiliki pola umum yang dapat
diterapkan pada manusia, meskipun terdapat perbedaan individual. Pola yang
terjadi adalah bahwa setiap individu tumbuh dari keadaan lemah menuju keadaan
yang kuat dan kemudian kembali melemah. Dengan kata lain, pertumbuhan dan
perkembangan sesuai dengan hukum alam, ada kenaikan dan penurunan.
Ketika
seseorang secara berangsur-angsurmencapai puncak perkembangannya, baik fisik
maupun kognitif, dia mulai menurun berangsur-angsur. Alquran menyatakan sebagai
berikut:
Allah, Dialah yang menciptakan
kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia
menjadikanmu seseudah lemah itu menjadi kuat, kemudian menjadi lemah kembali
dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha
Mengetahui Lagi Maha Kuasa.
(QS Al-Ruum 30:54).
Allah menciptaka kamu,
kemudian mewafatkan kamu, dan diantara kamu ada yang dikembalikanpada umur yang
paling lemah (pikun), supaya dia tidak mengetahui segala sesuatunya yang pernah
dia ketahui. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui Lagi Maha Bijaksana. (QS An-Nahl 16:70)
Dengan
demikian terlihat bahwa pola yang disebutkan dalam ayat ini dapat diterpkan
pada semua manusia. semua manusia diciptakan dalam keadaan lemah. Hal ini
mengacu pada tahap pertama penciptaanmanusia di dalam rahim sampai persalinan.
Manusia sangat lemah dalam tahap awal ini, baik secara fisik maupun mental. Lemahnya
manusia pada awal kehidupan ini juga mencakup pada lemahnya keadaan mental
seseorang sebagaimana dinyatakan berikut ini:
Dan
Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu
bersyukur. (QS Al-Nahl 16:78)
Dalam
ayat-ayat lainnya dinyatakan dengan jelas pola keadaan lemah merupakan karakter
pertama dari seluruh awal kehidupan manusia, dan kemudian menguatdalam
perkembangan selanjutnya. Misalnya:
Kami peintahkan kepada manusia
supaya berbuat baik kepada ibu bapaknya: ibunya mengandung dengan keadaan
susahpayah, dan melahirkannya dengan susaah payah juga, mengandunganya samp[ai
menyapihnya adalah selama tiga puluh bulan. Sehingga apabila ia telah dewasa (usia
dengan kekuatan penuh) dan umurnya saampai empat puluh tahun ia akan berdoa:
“Ya Tuhaku, tunjukilah untuk mensyukuri nikmat engkau yang telah Engkau berikan
kepadaku dan kepada ibu bapakku... (QS Al-Ahqaf
46:15).
Deduksi
analogik yang dapat dibuat dari ayat ini adalah masing-masing kehidupan manusia
dimulai dengan keadaan lemah, berangsur-angsur mencapai puncak kekuatan dan
berang-angsur pula menuju menurun, seperti yang terkandung dalam ayat
sebelumnya. Penurunan merupakan dimensi kedua dari keadaan lemah yang menandai
kehidupan manusia pada akhir kehidupannya. Hal ini juga dinyatakan dalam ayat
ini dan ayat-ayat sebelumnya. Pola ini terlihat berlaku umum pada semua manusia
sehari-hari.
Prinsip
ini harus dicatat, tidak menghilangkan fakta perbedaan individual. Artinya
walaupun pola ini terjadi pada setiap manusia, selalu ada perbedaan antar
individu dalam hal variabel dan proses perkembangan spesifik. Sebagai gambaran,
dapat dilihat dua orang lkembar identik yang lahir pada saat bersamaan. Prinsip
ini dapat diterapkan pada keduanya dalam pengertian mereka lahir dalam keadaan
tidah berdaya, lemah, manusia yang masih kecil, dan kemudian keduanya
berangsur-angsur tumbuh dan memperoleh kekuatan. Namun yang satu dapat saja
memliki kulit lebih gelap dari lainnya. Atau yang satu lebih gemuk, hal ini
merupakan bentuk perbedaan individual. Namun hal ini tidak dapat menghilangkan
fakta bahwa adanya prinsip pola perkembangan yang bersifat umum.
3.
Perkembangan
Manusia Adalah Proses Kumulatif & Simultan
Jika
setiap ayat Al-quran yang membicarakan perkembangan manusia dan tahap-tahapnya
dibahas secara seksama, disintesis dan dianalisis, akan terlihat bahwa Alquran
menyatakan postulat bahwa perkembangan manusia secara alamiah bersifat
kumulatif. Dengan kata lain, setiap perkembangan baru yang dicapai merupakan
penambahan dari perkembangan sebelumnya. Dengan cara ini, perkembangan
meningkatkan satu aspek dengan dasar peningkatan sebelunya sampai pencapaian
tahap puncak.
Banyak
ayat-ayat yang menyatakan perkembangan berkaitan pada segala aspek-aspeknya,
baik secara eksplisit maupun implisit. Namun aspek fisik dan kognitif merupakan
asspek yang secara eksplisit dinyatakan berhubungan satu sama lainnya dalam berbagai ayat
Alquran.
Dilihat
dari Alquran yang mengacu pada pemberian kekayaan kepada anak yatim ketika
mereka mencapai “kekuatan penuh”. Makna
ayat ini mencakup perkembangan fisik dan mental. Jika perkembangan fisik
dinyatakan dalam ayat ini dengan kata “kekuatan” yang menunjukan bentuk dan
postur tubuh, komponen mental dengan jelass dinyatakan dalam Alquran berikut:
Dan ujilah anak yatim itu
sampai mereka cukup umur untuk kawin: jika menurutmu mereka telah cerdas, maka
serahkanlah mereka harta-hartanya; dan janganlah kamu memakan harta anak yatim
lebih dari batas kepatutan dan jangan kamu tergesa-gesa membelanjakannya
sebelum mereka dewasa...(QS
An-Nisa’ 4:6)
Namun
Alquran juga menunjukan fakta bahwa beberapa aspek dapat berkembang lebih cepat
dari lainnya, sehingga menghasilkan perbedaan intraindividual dalam perkembangan.
Misalnya perkembangan fisik seseorang dapat lebih cepat dari perkembangan
mentalnya atau sebaliknya. Alquran juga menunjukan faktor retardasi mental.
Dalam situasi ini, individu dapat tumbuh dan berkembang secara fisik, namun
pertumbuhan dan perkembangan mental tidak berjalan beriringan. Alquran
menyatakannya dalam ayat tentang kontrak utang:
Jika
yang berutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah keadaanya atau dia
sendiri tidak mampu mengimlakan, maka hendaklah walinya mengimlakan dengan
jujur... (QS Al-Baqarah 2:282).
Banyak
ayat lain yang menyebutkan berbagai perkembangan mental yang abnormal. Bentuk
lain dari perkembangan abnormal juga dinyatakan dala ayat lain yang berkaiatan
dengan perkembangan bahasa yang abnormal, yang menyebabkan kesulitan berbicara.
Dalam gambaran parabolik dan euphemistik dari orang-orang kafir, faktor ini
dinyatakan, seperti berikut:
Dan Allah membuat pula
perumpamaan: dua lelaki yang satu bisu, tidak bisa berbuat sesuatupun dan dia
menjadi beban atas penanggunya, kemana saja dia disuruh oleh penanggungnya itu,
dia tidak dapat mendatangkan suatu kebajikanpun, dan dia berada pula di jalan
lurus? (QS
An-Nahl 16:76)
Hal
ini dapat diterima dalam prinsip ‘Ilmu Ushul fiqih”. Dimana mengkonfirmasikan
bahwa abnormalitas mempengaruhi berbagai aspek perkembangan manusia,
sebagaimana dapat mempengaruhi keseluruhan perkembangan.
4.
Pertumbuhan
& Perkembangan Manusia: Melampaui Keberadaan Fenomena Dunia
Jika
teori-teori dalam psikologi modern hanya mencakup kehidupan duniawi yang
sementara, Alquran memproyeksikan kehidupan manusia di atas kehidupan ini.
Alquran mengkaji kehidupan saat ini sebagai dasar kehidupan lain yang lebih
permanen dan kekal. Manusia akan mengalami transformasi kepada kehidupan yang
lain pertumbuhan dan perkembangannya bersifat transedental dan lebih tinggi.
Pertumbuhan dan perkembangan ini, bagaimanapun dapat berakhir dengan kenikmatan
atau penyikasaa. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa mengapa berbagai ayat
Alqiran yang menyatakan tahapan perkembangan dikaitkan langsung dengan
kehidupan setelah mati. Misalnya ayat berikut menyatakan tahapan duniawi
perkembangan manusia diikuti oleh ayat yang menunjukan kehidupan kemudian:
Sesungguhnya
Kami telah mencipatakan manusia itu dari saripati dari tanah (sulalatin min
tin). Kemudian Kami jadikan saripati tanah itu menjadi suatu tetesan (nutfah)
yang tersimpan di tempat yang aman dan kokoh. Kemudian tetesan itu Kami olah
menjadi segumpal darah (alaqah), dan segumpal darah itu Kami olah menjadi
segumpal daging (mudhgah). Lalu mudhgah itu Kami olah menjadi tulang belulang
(idham). Kemudian idham itu Kami bungkus dengan daging (lahm). Kemudian Kami
jadikan makhluk yang berbentuk lain dari sebelumnya. Maha Suci Allah pencipta
yang paling baik. Kemudian sesudah itu kamu sekalian benar-benar akan mati.
Kemudian sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan dari kuburmu di hari
kiamat. (QS Al-Mu’minun 23:12-16).
Dengan
demikian jelaslah bahwa untuk mempelajari manusia secara komprehensif, aspek
kehidupan setelah mati harus disertakan. Hal ini karena ketakutan akan kematian
dan apa yang terjadi di dalamnyamerupakan bagian alamiah dari manusia dan
mempengaruhi disposisi dan perkembangan manusia. Tanpa hal ini, pengetahuan
kita tentang manusia akan terus tetap bersifat primitif dan parsial.
5.
Pertumbuhan
& Perkembangan Manusia: Melewati Periode Kritis Dan Sensitif Tertentu
Periode
dan fase formatif secara esensial sangat penting karena meletakan dasar bagi
perkembangan selanjutnya yang dalam hal ini seluruh periode prakelahiran, bayi
, anak-anak, dan remaja dianggap sensitif.
Sensitivitas
tahap prakelahiran, misalnya dapat dilihat tradisi muslim yang membiasakan diri
untuk menyuarakan doa mereka, seperti yang dicontohkan Nabi, ketika mereka
selesai bersenggama. Hal ini bermakna sebagai doa kepada Allah untuk memohon
perlindungan pada setan dan pemberian stimulus suara. Suara disini dapat
berfungsi sebagai pelindung dari segala halangan yang dapat menyebabkan
retadasi dalam pertumbuhan dan perkembangan dari segala aspek kehidupan anak.
Dengan
cara yang sama, Alquran menyuruh kita untuk selalu menyuarakan doa pengampunan
sebelum dan selama kehamilan. Setelah itu ketika anak baru dilahirkan, suara
adzan harus dikumandangkan ke telinga anak seperti yang dicontohkan Nabi.
Sebenarnya perhatian utama dari ha ini adalah suara perkembangan moral anak.
Setelah
kelahiran, Nabi menyuruh kita untuk berhati-hati dalam merawat anak-anak.
Periode lain yang dianggap sangat kritikal dan sensitif adalah periode remaja
dimana periode transisi dari anak-anak menju kedewasaan. Masa ini rentan
terhadap kegairahan, kenikmatan yang mencemaskan dan godaan.
Disamping
berbagai masalah yang merupakan karakteristik remaja, alasan lain mengapa
periode ini merupakan periode kritis dan sensitif dalam perkembangan individual
adalah masa ini merupakan masa transisi yang menandai awal dari tanggung jawab
legal (taklif).
“Diangkat pena (untuk mencatat
amal) dari tiga macam orang: anak kecil hingga ia pubertas (ihtilam), orang
tidur hingga terjaga, dan orang gilaa hingga ia sadar”. (HR Abu Dawud, Tirmidhi, dan Hakim).
Faktor
Yang Mempengaruhi Perkembangan Dalam Perpektif Islam
1.
Pengaruh
Hereditas
Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Anas bin Malik
sebagai berikut: Ibunya (ibu Anas) Ummi Sulaym (salah satu sahabat perempuan
pada zaman Nabi) bertanya tentang perempuan yang menyaksikan mimpi basah dalam
tidurnya seperti laki-laki. Dia menjawab, “Jika perempuan menyaksikan itu, ia
harus mandi wajib (janabah).’’ Kemudian Ummi Salmah (isteri Nabi yang hadir)
bertanya malu-malu, “Apakah itu terjadi?’’ Nabi menjawab, “Tentu saja!
Bagaimana ini mendatangkan keserupaan (jika tidak terjadi)? Sperma laki-laki
merupakan tetesan putih yang tebal sedangkan sel telur perempuan merupakan
cairan kuning yang tipis. Manapun diantara keduannya yang mengungguli yang
lainnya, hasilnya akan mempengaruhi.’’ (HR. Muslim)
Muslim meriwayatkan dari Thauban, bahwa seorang Yahudi
dating dan bertanya kepada Nabi berbagai pertanyaan (sebagai usaha untuk
menantang kebenaran kenabiannya). Pertanyaannya adalah tentang penentuan jenis
kelamin, bagaimana terjadinya? Nabi menjawab sebagai berikut:
“Sperma pria
alah putih dan sel telur perempuan kekuning-kuningan. Jika mereka bertemu
(terjadi pembuahan) dan sperma pria mengungguli sel telur perempuan, hasilnya
akan menjadi jenis kelamin laki-laki dengan seijin Allah, dan jika sel telur
perempuan yang mengungguli sel sperma
pria hasilnya akan menjadi perempuan dengan seijin Allah.’’ (HR Muslim)
Setelah nabi menjawab demikian, orang Yahudi itu
mengatakan, dan dia adalah benar seorang Nabi.
Ibn Al-Qayyim menjelaskan hadist ini lebih lanjut:
“Pada saat
konsepsi (pembuahan) dua hal terjadi. Maka ini adalah dominasi dan keunggulan.
Dua hal itu dapat terjadi berurutan, dan dapat juga terjadi berbeda. Dalam hal
ini, jika sperma laki-laki dominan dan mengungguli ovum perempuan, hasilnya
akan menjadi laki-laki dan menyerupai ayahnya. Tapi jika sebaliknya, hasilnya
akan menjadi perempuan dan menyerupai
ibunya. Namun jika yang satu dominan tetapi lainnya mengungguli, hasilnya akan
menyerupai yang mendominasinya dan jenis kelaminnya akan menjadi sama dengan
yang mengunggulinya, baik laki-laki maupun.’’
Walaupun demikian Ibn Al-Qayyim, memperingatkan bahwa
penentuan jenis kelamin ini (dengan segala sesuatu yang terjadi dengannya)
tidak dapat dipahami sebagai hal yang semata-mata ditentukan oleh alam. Karena
hal tersebut merupakan urusan yang sepenuhnya tergantung pada kehendak Allah.
Itu sebabnya mengapa Rasulullah mengatakan dalam hadist lain bukti bahwa
malaikat meniup roh ke dalam fetus dan bertanya kepada Allah: Wahai Tuhanku!
Apakah jenis kelaminnya laki-laki atau perempuan?... Kemudian Allah
menentukannya sesuai kehendaknya dan malaikat mencatatnya.
Bukti tekstual menghapuskan keraguan bahwa factor
herediter memiliki pengaruh. Namun keputusan atas segalanya tergantung pada
Allah. Dengan demikian, herediter dapat
mempengaruhi perkembangan intelektual seseorang dalam batasan tertentu.
2.
Pengaruh
Lingkungan
Bukti yang terkenal berkaitan dengan hal ini adalah
hadist dimana Rasulullah Saw. mengatakan bagaimana orang tua mempengaruhi
agama, moral, dan psikologi umum dari sosialisasi dan perkembangan anak-anak
mereka. Hadist ini merupakan bukti tekstual yang paling terkenal dari pengaruh
lingkungan terhadap seseorang. Hadist ini berbunyi:
“Tiap bayi lahir dalam keadaan fitrah (suci membawa
disposisi Islam Orang tuanyalah yang mermbuatnya Yahudi (jika mereka Yahudi),
Nasrani (jika mereka Nasrani), atau Majusi (jika mereka Majusi). Seperti
binatang yang lahir sempurna, adakah engkau melihat mereka terluka pada saat
lahir?’’ (HR Bukhari)
Dalam hadist lain Rasulullah menunjukan bagaimana
teman dapat mempengaruhi seluruh perilaku, karakter dan perbutan seseorang.
Dengan memberi perumpamaan Rasulullah bersabda:
“Persamaan teman yang baik dan yang buruk seperti
padagang minyak kesturi dan peniup api tukang besi. Si padagang minyak kesturi
mungkin akan memberinya kepadamu atau engkau membeli kapadanya, atau setidaknya
engkau dapat memperoleh bau yang harum darinya, tapi si peniup api tukang besi
akan membuat pakaianmu terbakar, atau kamu akan mendapatkan bau yang tidak
sedap dari padanya.’’ (HR Bukhari)
3.
Pengaruh
Ketentuan Allah
Terdapat bukti yang substansial yang memperlihatkan
bahwa herediter dan lingkungan semata-mata tidak dengan sendirinya menentukan
pola perkembangan individu; ada hal yang paling utama dalam persoalan tersebut,
yaitu segalanya tergantung kehendak Allah. Contoh yang paling mencolok adalah
riwayat Nabi Isa as. Ibn Maryam. Allah membuatnya dapat berbicara dalam
buaiannya. Sebagaimana kita ketahui, perkembangan bahasa merupakan bagian
integral dari perkembangan kognitif. Dalam situasi normal, anak mulai berbicara
pada usia dua tahun sepatah dua patah kata, dan sejalan dengan itu mereka mulai
mengembangkan perbendaharaan bahasa.
Kenyataan bahwa Nabi Isa as. dapat berbicara pada masa buaian menunjukan
kekuatan Allah. Hal ini bukan factor herediter, juga bukan produk stimulasi
intelektual dari lingkungan. Hal tersebut lebih merupakan manisfestasi
kebijksanaan Tuhan.alquran menceritakan kejadian ini dalam beberapa ayat.
Pertama Alquran menceritakan bagaimana Maryam diberitahu bahwa anaknya kan
berbicara sejak dalam buaian. Ayat ini berbunyi:
… dan dia berkata kepada manusia dalam buaian dan
ketika sudah dewasa dia adalah salah seorang diantara orang-orang yang shaleh.
(QS Al-Imran 3:46)
Selain itu, untuk menceritakan kisahnya lebih lengkap
Alquran menyebutkan:
Maka Maryam membawa anak itu kepada kaumnya dengan
menggendongnya. Kaumnya berkata: “Hai Maryam, sesungguhnya kamu telah melakukan
sesuatu yang amat mungkar. Hai saudara perempuan Harun, ayahmu bukanlah
sekali-kali bukanlah orang yang jahat dan ibumu sekali-kali bukanlah orang yang
pezina.’’ Maka Maryam menunjuk kepada anaknya. Mereka berkata: ”Bagaimana kami
berbicara dengan anak kecil yang masih dalam ayunan?’’ Berkata Isa:
“Sesungguhnya aku ini adalah hamba Allah, Dia memberiku Alkitab (Injil) dan Dia
menjadikanku seorang Nabi, dan Dia menjadikanku seorang yang diberkati dimana
saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) Shalat
(menunaikan) zakat selama aku hidup; dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak
menjadikanku seorang yang sombong lagi celaka. Dan kesejahteraan semoga
dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan
pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.’’ Itulah Isa putra Maryam, yang
mengatakan perkataan yang benar, yang mereka berbantah-bantahan tentang
kebenarannya. Tidaklah layak bagi Allah mempunyai anak. Maha Suci Dia. Apabila
Dia telah menetapkan sesuatu, maka Dia hanya berkata kepadaNya: “Jadilah’’,
maka jadilah. (QS Maryam 19:27-35)
Dalam kajian psikologi, factor ini merupakan hal yang
penting untuk diperhatikan karena banyak hal yang terjadi dalam kehidupan
manusia yang tidak bias digolongkan ke dalam factor herediter dan lingkungan.
Dengan demikian hal tersebut tidak dapat diterangkan dalam keranda penyelidikan
material atau empiric.
Peran kehendak Allah dalam menentukan perkembangan
individual seperti yang dinyatakan dalam pendekatan Islam akan membantu manusia
memahami proses perkembangan yang lebih baik dari pendekatan Psikologi Barat
dalam berbagai cara. Kasus kemampuan bicara Nabi Isa as. dan lain-lain dalam
buaian merupakan kesaksian terhadap hal ini.
Manusia
Sebagai Khalifah Allah
Islam mengajarkan bahwa manusia adalah khalifah Allah
di bumi. Manusia diciptakan pada dasarnya sebagai suci dan beriman, juga
membawa citra ketuhanan di dalam dirinya yang harus dipertanggungjawabkan
kepada Allah. Dalam Alquran penciptakan manusia dinyatakan sebagai berikut ini
:
Kemudian Dia
menyempurnakan tubuhnya (manusia) dan meniupkan ke dalam (tubuh)nya ruhnya…(QS Al-Sajdah
32:9)
Said Hawwa menyatakan bahwa pada awal penciptaan, ruh
tahu akan Allah dan menyatakan kesediaannya untuk mengabdi dan beribadat
kepada-Nya. Namun, setelah penyatuan dengan tubuh, datang sifat keterasingan
dan kebuasan, sehingga pengetahuan dan penghambaanya kepada Allah dapat lenyap.
Namun, berbeda dengan berbagai makhluk lain, sebagai
khalifah Allah manusia memiliki kebebasan berkehendak dibawah penentuan Allah.
Walaupun pada saat yang sama manusia memiliki kebebasan terbatas untuk memilih
jalan yang hendak dilaluinya. Dalam Alquran dinyatakan:
…dan jiwa
serta penyempurnaan (ciptaan)-Nya, maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu
(jalan) kefasikan dan ketaqwaanya. Sungguh beruntunglah orang yang menyucikan
jiwa itu dan merugilah orang yang mengotorinya. (QS Al-Syams
91:7-10)
Perbedaan
Individual Dalam Perkembangan Menurut Alquran
Perbedaan individual merupakan kehendak Allah dan
ditentukan melalui pembawaan hereditas dan lingkungan. Alquran menyatakan bahwa
Allah menciptakan dan membentuk manusia dalam rahim ibunya dengan cara dan
bentuk yang berbedan dan unik seperti yang diinginkanNya:
Hai manusia,
apakah yang memperdaya kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Maha
Pemurah? Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan
menjadikan (susunan tubuh)mu seimbang. (QS Al-Iifithaar 82:6-8)
Dia yang
membentuk kamu dalam Rahim sebagaimana dikehendaki-Nya. Tak Tuhan melainkan
Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS Al-Imran 3:6)
Lebih lanjut dan dalam pernyataan yang jelas, Alquran
menyatakan manusia berbeda-beda satu sama lainnya dalam sifat, karakter,
perilaku dan perbuatan:
Katakanlah!
Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaanya masing-masing. Maka Tuhanmu lebih
mengetahui siapa yang lebih benar jalannya. (QS Al-Israa 17:84)
Ayat ini menyatakan bahwa manusia memiliki disposisi
yang unik. Keunikan yang demikian dapat termanisfestasikan dalam bentuk fisik,
kognitif, emosional, moral, dan karakteristik social. Alquran dengan demikian
menyatakan bahwa perbedaan antarindividual tidak hanya meliputi perkembangan
kognitif, namun juga seluruh aspek perkembangan. Dengan melihat hal ini, orang
akan melihat bahwa perbedaan individu merupakan hal yang sangat diperhatikan
bahkan dalam berbagai perintah dan larangan Alquran untuk mentaati Allah dan juga keringanan dalam memenuhi
kewajiban terhadap-Nya. Contoh tipikal dari ayat ini adalah perintah untuk
memenuhi peraturan Allah semampu mungkin, baik secara individu maupun kolektif:
Maka
bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu, dan dengarlah serta
taatlah; dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu…(QS
Al-Thaghaabun 64:16)
Makna ini juga terkandung juga dalam ayatt berikut:
Allah tidak
membebani seseorang melainkan dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari
kebajikannya) dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya…(QS Al-Baqarah
2:286)
Menurut Ibn Katsir, Allah menerangkan dalam ayat
berikut bahwa Dia menciptakan keragaman pada makhluk-makhlukNya, termasuk
manusia dalam hal kekayaan, intelektual,pemahaman, dan kemampuan lain yang
bersifat internal dan eksternal:
…dan kami
telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat,
agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain… (QS
Al-Zukhruf 43:32)
Simpulan
Psikologi
perkembangan menurut Islam memiliki kesamaan objek studi dengan psikologi
perkembangan pada umumnya, yaitu proses pertumbuhan dan perubahan manusia. jika
psikologi perkembangan membatasi penelitiannya dari konsepsi sampai kematian, yang memiliki
prinsip dasar yang terdiri dari kehidupan manusia merupakan proses yang
gradual, memiliki pola tertentu, merupakan proses kumulatif dan silmultan,
melampaui keberadaan fenomenal duniawi, dan melewati periode kritis dan
sensitive tertentu.
Factor perkembangannya terdiri dari harediter,
lingkungan dan yang paling penting adalah factor ketentuan Allah. Dia sendiri
yang membentuk manusia dengan bentuk yang berbeda dan unik sehingga setiap
manusia antar individu tersebut berbeda.
REFERENSI :
Hasan,
Purwakania, B., Aliah. Psikologi Perkembangan Islami. 2006, Jakarta : PT. RAJAGRAFINDO PERSADA